SELAMAT DATANG & SELAMAT BROWSING. DAFTAR HARGA NGENET: Personal Rp.3.000 / Jam, Paket 1 ( 2 Jam ) = Rp.5.000, Paket 2 ( 3 Jam ) = Rp.7.500, Paket 3 ( 4 Jam ) = Rp.9.500.Paket 4 (5 jam)= Rp.12.000, Paket 5 (6 Jam)= Rp. 18.000. PAKET HEMAT MALAM mulai jam 20.00 : Paket 6 ( 2,5 Jam ) = Rp.5.000, Paket 7 ( 3,5 Jam ) = Rp.6.500. Kami juga melayani Pembayaran Listrik, PDAM dan Telkom TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA.

Sabtu, 28 April 2018

Masa Tiga Kerajaan Besar dalam Islam

Masa Tiga Kerajaan Besar
Kerajaan Safawi
Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pembimbing : Zainul Arifin, M. S. I



Disusun oleh :
Zumrotun Hasanah (117032)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2018

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….  i
KATA PENGANTAR …………………………………………………..  ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………….   iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………  1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………...  1
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………   1
BAB II PEMBAHASAN
A. Asal Usul Kerajaan Safawi ……………………………………   2
B.  Sistem Pemerintahan Kerajaan Safawi ……………………….   3
C. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi ………………   6
D. Kemajuan pada Masa Kerajaan Safawi ………………………    8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………   12
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..   13












Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Segala puja dan puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Sholawat serta salam kami curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya dihari kiamat nanti.  Berkat rahmat dan karunia-Nya telah tersusun Makalah yang berjudul “Masa Tiga Kerajaan Besar : Kerajaan Safawi” ini bisa terselesaikan walaupun penulis mengetahui tak ada yang sempurna didunia ini.
Mudah-mudahan Makalah ini bisa membantu para mahasiswa, setidak-tidaknya menambah wawasan dan sebagai wacana guna memperluas pengetahuan yang terkandung didalamnya. Oleh karenanya dalam makalah ini sudah barang tentu banyak kekurangan yang harus dilengkapi, yang semuanya itu membutuhkan adanya saran dan kritik dari para ahlinya, agar nantinya makalah ini akan lebih sempurna. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Aamiin Ya Robbal Alamin.



Pati, Maret 2018
       Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Jatuhnya Bagdad akibat serangan pasukan mongol pada tahun 1258 M bukan saja mengakhiri Khilafah Abbasiyah melainkan sekaligus mengawali masa kemunduran politik Islam secara drastis. Politik umat Islam terpecah-pecah menjadi sejumlah kerajaan kecil, seperti dinasti Ikhan, dinasti Timuriyah dan dinasti Mamalik. Kondisi politik Islam berkembang kembali setelah  terbentuknya tiga kerajaan besar yaitu Kerajaan Safawi di Persia, Mughal di India, dan Usmani di Turki. Usmani merupakan kerajaan yang paling awal berdiri dan sekaligus sebagai kerajaan yang terkuat di antara ketiganya. Urutan kerajaan yang terlemah atau yang tercepat mengalami keruntuhan adalah Kerajaan Safawi, Kerajaan Mughal dan Kerajaan Usmani. Mengenai hal itu kami membuat makalah dengan judul  “Masa Tiga Kerajaan Besar : Kerajaan Safawi” untuk mengetahui lebih dalam seperti apakah Kerajaan Safawi itu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana asal usul Kerajaan Safawi?
2.      Bagaimana sistem pemerintahan Kerajaan Safawi?
3.      Bagaimana kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawi?
4.      Bagaimana kemajuan pada masa Kerajaan Safawi?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui asal usul Kerajaan Safawi.
2.      Untuk mengetahui sistem pemerintahan Kerajaan Safawi.
3.      Untuk mengetahui kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawi.
4.      Untuk mengetahui kemajuan pada masa Kerajaan Safawi.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Asal Usul Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din (1252-1334 M), dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan, yakni kerajaan Safawi.
Shafi Ad-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Shafi Ad-Din merupakan keturunan dari Imam Syiah yang keenam, Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Tajuddin Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Dikarenakan prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Shafi Ad-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut. Shafi Ad-Din mendidrikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat pada tahun 1301 M. Dalam waktu yang tidak lama tarekat ini berkembang pesat di Persia, Syiria, dan Asia Kecil. Gerakan tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang ingkar dan golongan “ahli-ahli bid’ah”.
Fanatisme pengikut tarekat Safawiyah yang menentang golongan selain Syi’ah mendorong gerakan ini memasuki gerakan politik. Kecenderungan terhadap politik terwujud pada masa kepemimpinan Imam Junaid (1447-1460 M) dimana sang imam menambahkan gerakan politik selain gerakan keagamaan. Hal ini menimbulkan konflik antara tarekat Safawiyah dengan penguasa Kara Koyunlu, salahsatu cabang bangsa Turki yang berkuasa di wilayah ini. Sang imam berhasil diusir oleh pihak penguasa dan diasingkan. Selanjutnya sang imam bersekutu dengan Uzun Hasan, seorang pimpinan Ak-Koyunlu. Persekutuan Imam Junaid dengan Uzun Hasan semakin kuat dengan pernikahannya dengan saudara perempuan Uzun Hasan. Imam Junaid tidak berhasil meraih supremasi politik di wilayah ini, lantaran upayanya merebut kota Ardabil dan Sircassia mengalami kegagalan.
Sepeninggal Imam Junaid, pimpinan tarekat Safawiyah digantikan oleh anaknya yang bernama Haidar. Haidar mengawini putri Uzun Hasan dan melahirkan anak yang bernama Isma’il. Sang anak inilah yang kelak berhasil mendirikan kerajaan Safawiyah di Persia.
Atas persekutuan dengan Ak-Koyunlu, Haidar berhasil mengalahkan kekuatan Ak Koyunlu dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1476 M. Kemenangan ini membuat nama Safawiyah semakin besar, dan hal ini tidak dikehendaki oleh Ak-Koyunlu. Persekutuan antara Safawiyah dengan Ak-Koyunlu berakhir oleh sikap Ak-Koyunlu memberikan bantuan kepada Sirwan ketika terjadi pertempuran antara pasukan Haidar dengan pasukan Sirwan. Pasukan Safawiyah mengalami kehancuran dan Haidar sendiri turut terbunuh dalam pertempuran ini.
Kekuatan Safawiyah bangkit kembali dalam kepemimpinan Isma’il. Ia selama lima tahun mempersiapkan kekuatan dengan membentuk pasukan Qizilbash (pasukan baret merah) yang bermarkas di Gilan. Pada tahun 1501 pasukan Qizilbash berhasil mengalahkan Ak-Koyunlu di Sharus dalam peperangan di dekat Nakhchivan dan berhasil menakhlukkan Tibriz, pusat kekuasaan Ak-Koyunlu. Di kota ini Isma’il memproklamirkan berdirinya kerajaan Safawiyah dan menobatkan diri sebagai raja pertamanya.    

B.     Sistem Pemerintahan Kerajaan Safawi
 Dinasti Safawi merupakan Dinasti Agama karena lebih dilandasi oleh praktek syiah, dimana pemimpinnya adalah raja-raja (shah-shah) yang diberi gelar khalifah, di antara raja-raja atau shah-shahnya yang pernah memimpin adalah Safi al-Din (1252-1334 M), Sadar al-Din Musa (1334-1399 M), Khawaja Ali (1399-1427 M), Ibrahim (1427-1447 M), Juneid (1447-1460 M), Haidar (1460-1494 M), Ali (1494-1501 M), Ismail I (1501-1524 M), Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M), Muhammad Khudabanda (1577-1587 M), Abbas I (1588-1628 M), Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667), Sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732), Abbas II (1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M).
            Raja yang dianggap paling berjasa dalam memulihkan kebesaran kerajaan Safawi sekaligus membawanya ke puncak kemajuan adalah Shah Abbas I (1588-1629). Langkah awal yang dipilihnya adalah rekontruksi tentara dengan menghilangkan dominasi pasukan Qizil-bash sebagai gantinaya ia membentuk unit pasukan berasal dari kalangan Ghulam (budak-budak) dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia yang telah ada sejak Raja Thamasp I di bawah pimpinan Allahberdi Khan, seorang budak Georgia yang telah masuk Islam. Kemudian mereka diangkat dalam jabatan pemerintah, baik jabatan yang pernah diduduki oleh Qizil-bash maupun jabatan penguasa di daerah-daerah.
            Di samping itu, unit-unit artileri juga diorganisasi untuk memberikan kekuatan perang modern kepada tentara syah dan membuat mereka sama dengan Janissari-Janissari Usmaniyah kombinasi para budak  Kaukasia dan infanter-artileri Persia ini seperti diakui lapius telah mampu memberi kekuatan militer “profesional” kepada Syah Abbas untuk kemudian mengkonsolidasi batas-batas wilayah dan membangun kekuatan internalnya. Dia (Abbas) tidak ingin terjerebab seperti pendahulunya (Ismail I).
Untuk itulah dia “kembali” kepada metode-metode timur tengah Islam abad-abad silam tentang bagaimana mengorganisasi militer Islam. Apabila kita cermati langkah Syah Abbas ini., dapat dikatakan sebagai upaya antisipatif dengan “menghilangkan” idiologi nasionalisme yang salah. Karenanya, meskipun Syah Abbas tetap mempertahankan idiologi negara, tetapi nampak lebih terbuka dan torelan seperti yang dibuktikan dengan kebijakan politik luar negeri yaitu, ia bersedia mengadakan perjanjian damai dengan kerajaan Turki Usmani yang disepakatinya pada tahun 1589 M. bahkan untuk kepentingan stabilitas kedaulatannya, perjanjian itu “dilengkapi” dengan melepaskan provinsi Azerbaijan, Gorgia, dan sebagian wilayah Luristan, serta berjanji tidak akan menghina tiga kholifah pertama (Abu Bakar, Umar, Usman) dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan, ia menyarahkan saudara sepupunya Haidar Mirza, sebagai sandera di Istanbul.   
            Langkah ini, sepintas memang merugikan dan mengurangi kedaulatan suatu negara yang baru bangkit, akan tetapi konsesi seperti ini sebenarnya merupakan langkah yang bijaksana demi keutuhan ketahanan nasional dari pada harus berseteru dengaa kekuasaan lain yang memang jauh lebih kuat. Barang kali dalam pertimbangan Syah Abbas, lebih baik mengalah untuk sementara waktu demi kemenangan jangka panjang.
Selanjutnya setelah Safawi memiliki kekuatan militer yang cukup kuat dan dengan bantuan nasehat militer Inggris. Sir Anthiny dan Sir Robetr Sherly. Safawi mulai membuat perhitungan ke luar. Sasaran utamanya adalah daerah-daerah yang pernah hilang dari kekuasaannya. Sebagai persiapan untuk mengamankan dan selanjutnya melangkah dalam perluasan kekuasaan terhadap daerah-daerah bagian timur, Syah Abbas memindahkan ibu kota kerajaan dari Qiswan ke Isfahat pada tahun 1597. Setahun kemudian ia melakukan serangan ke Herat, kemudian ke Marw dan Balk. Setelah diperoleh kemenangan di wilayah timur, barulah Syah Abbas mengalihkan serangannya ke wilayh barat, berhadapan dengan Turki Usmani. Perseteruan antara kedua kerajaan ini, penyababnya (antara lain) adalah perbedaan idiologi yang dianutnya, yakni kerajaan Syafawi (Syi’ah) sedangkan Turki Usmani (Sunni).
            Serangan ke Turki Usmani dilakukan Abbas akhir pemerintahan Sultan Muhammad III. Ketika itu Turki sedang berperang dengam Austria dan sedang mengahadapi pemberontakan Jalali di Asia Kecil. Dengan pasukan yang baru. Abbas dapat merebut Tibris Sirwan dan Baghdad. Tahun 1605-1606 menguasi kota Nakhchivan, Erivan, Ganja, Tiflis. Barikutnya pada bulan Maret 1622, dengan dukungan beberapa kapal Inggris, Safawi dapat menguasai kepulauan Hormuz dari tangan Portugis dan pelabuhan Gumron diubah namanya menjadi Bandar Abbas.
Masa Shah Abbas inilah dipandang sebagai puncak kerajaan Safawi. Kerajaan ini mencapai tingkat kemajuan yang disegani oleh dunia internasional. Kemajuan politiknya ditandai dengan luasnya wilayah kerajaan yang mencakup Khurasan di sebelah timur, sekitar laut Kaspia sebelah utara, Asia Kecil, Persia Barat Daya di sebelah barat dan kepulauan Hurmuz di sebelah selatan. Meskipun demikian, karena didukung dengan birokrasi profesional, maka Syah Abbas (Abbas I 1587-1629) mampu mengontrol wilayahnya dengan baik

C.    Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I pada tahun 1628 M berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642M), Abbas II (1642-1667M), Sulaiman (1667-1694M), Husain (1694-1722M), Tahmasp II (1722-1732M), dan Abbas III (1733-1736M). Kerajaan Safawiyah dilanda kemunduran yang secara berangsur-angsur membawa kepada kehancurannya. Sejumlah raja-raja yang berkuasa sesudah Abbas I merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak mampu mempertahankan masa kejayaan kerajaan. Safi Mirza, cucu dan sekaligus pengganti Abbas I, berperangai buruk dan tega berbuat kejam terhadap pembesar kerajaan, sekalipun karena alasan yang remeh. Sejak masa ini, beberapa wilayah Safawiyah terlepas oleh penguasa lain. Misalnya wilayah Kandahar dirampas oleh kerajaan Mughal Delhi. Kemudian Ervan, Tibriz, dan Bagdad direbut oleh pasukan Usmani antara tahun 1635-1636.
Abbas II sekalipun memiliki semangat perjuangan untuk kerajaan Safawiyah dengan merebut kembali wilayah Kandahar dari kekuasaan Syah Jihan, namun upaya seperti ini tidak diteruskan oleh para penggantinya. Sulaiman dan Husein merupakan penguasa yang lemah, keduanya tidak berhasil mengatasi gerakan pemberontakan yang dilancarkanoleh masyarakat Afghanistan, sehingga gerakan ini mengakhiri pemerintahan Safawiyah di wilayah ini. Benih pemberontakan ini telah ada semasa Sulaiman, dan berubah semakin kritis akibat pemaksaan paham Syi’ah terhadap masyarakat Sunni yang dilakukan oleh Husein. Maka masyarakat Sunni Afghanistan bangkit melancarkan pemberontakan dibawah pimpinan Mir.Vayz dan Mir Mahmud. Husein dipaksa menyerah oleh gerakan pemberontakan ini.
Tahmasp II, putra Husein, berhasil melarikan diri ke Astrabad. Atas bantuan dan dukungan suku Qazar dari Rusia ia berhasil membangun kembali kerajaan Safawiyah pada tahun 1722 dengan ibukota di Astrabad. Pada tahun 1726 Tahmasp II bergabung dengan Nadzir Khan dari suku Afshar untuk mengusir kekuasaan Afghanistan yang menduduki wilayah Isfahan. Demikianlah bahwa Nadzir Khan cukup berjasa terhadap Tahmasp II dalam membangun kembali kerajaan Safawiyah. Namun ternyata, Nadzir Khan memiliki kepentingan politik dibalik dukungannya terhadap Tahmasp II. Hal ini terbukti dengan peristiwa pemecatan Tahmasp II oleh Nadzir Khan. Kemudian Nadzir Khan menunjuk Abbas III yang belum genap berusia satu tahun. Empat tahun kemudian, Nadzir Khan memproklamirkan diri sebagai raja menggantikan Abbas III. Peristiwa yang menandai berakhirnya kerajaan Safawiyah ini terjadi pada 8 Maret 1736 M.
Terdapat sejumlah sebab yang turut menyokong kemunduran kerajaan ini, selain faktor ketidakcakapan sejumlah raja setelah Abbas I hingga pada akhirnya membawa kepada kehancurannya. Sebab tersebut antara lain adalah konflik militer yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawiyah yang beraliran Syi’ah dipandang oleh kerajaan Usmani sebagai kekuatan yang mengancam kekuasaannya.
Bahwa pasukan budak yang dibentuk oleh Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi sebagaimana semangat Qizilbash. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Pada masa belakangan pasukan Qizilbash tidak memiliki militansi, dan semangat mereka telah luntur, tidak sebagaimana Qizilbash generasi awal. Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.

D.    Kemajuan pada Masa Kerajaan Safawi

1)                  Bidang Politik dan Pemerintahan
Pengertian kemajuan dibidang politik disini adalah terwujudnya integritas wilayah Negara yang luas yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan diatur oleh suatu pemerintahan yang kuat, serta mampu memainkan peranan dalam percaturan politik internasional.
Sebagaimana lazimnya kekuatan politik suatu Negara ditentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata, Syah Abbas I juga telah melakukan langkah politiknya yang pertama, membangun angkatan bersenjata dinasti Safawi yang kuat, besar dan modern. Tentara Qizilbasy yang pernah menjadi tulang punggung Dinasti Safawi pada awalnya dipandang Syah Abbas tidak diharapkan lagi, sehingga ia membangun  suatu angkatan bersenjata reguler. Inti satuan militer ini ia ambil dari bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristern di Georia dan di Chircassia. Mereka dibina dengan pendidikan militer yang militan dan persenjataan yang modern. Sebagai pimpinannya ia mengangkat Allahwardi Khan, salah seorang dari Ghulam.
Berkat kegigihannya Syah Abbas mampu mengatasi kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut wilayah-wilayah yang pernah disebut oleh kerajaan lain pada masa sebelumnya.
Diantara unsur yang menjadikan kuatnya politik safawi adalah kuatnya pribadi penguasa Safawi, terutama Syah Abbas I yang digambarkan berpandangan tajam, bekal kuat, berkemauan besar, berani dan mempunyai semangat yang tinggi serta tak kenal lelah. Selain itu, unsur yang juga mempunyai pengaruh besar dalam kekuatan politik Safawi adalah kesetiaan pasukan Qizilbasy kepada raja Safawi. Kemampuan Syah (raja) dalam mengatur administrasi negara juga merupakan unsur kemajuan politik kerajaan Safawi yang tidak bisa diremehkan. Bentuk administrasi yang dijalankan dalam kerajaan Safawi adalah, Jenjang tertinggi setelah Syah adalah Azamat al-Daulah yang fungsinya seperti Perdana Menteri, jenjang dibawahnya adalah al-Sadr yang fungsinya seperti menteri Agama, tugasnya antara lain mengurusi masalah peradilan, tempat-tempat ibadah dan kegiatan ulama serta pelajar. Jabatan berikutnya adalah al-Nazir yang mirip dengan menteri Bulog. Lalu Rais al-Khidam sebagai sekretaris menteri-menteri. Jabatan yang lain adalah Nazr al-Maliah yang bertugas mengurus Baitul Mall serta perpajakan. Pengawasan Syah pada merekabsangat ketat dan tindakan yang diberikannya kepada pelanggar tugas sangat keras.
2)             Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada masa Kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut.
Beberapa tokoh ilmuwan yang terkenal antara lain : Bahauddin Syaerazi seorang generalis ilmu pengetahuan, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad seorang filsuf ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan sains, Safawiyah labih maju dari kerajaan lainnya pada masa yang sama.

3)        Bidang Ekonomi
Keberadaan stabilitas politik kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian. Terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara Timur dan Barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi.
Di samping bidang perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan dalam sektor pertanian terutama di daerah Sabit Subur (Fortile Crescent).

4)        Bidang Arsitektur
Penguasa kerajaan Safawi telah berhasil menciptakan Isfahan, ibukota kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Di kota Isfahan ini berdiri bangunan-bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana Chihil Sutun. Disebutkan dalam kota Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum. Dalam bidang kesenian, kemajuan tampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bangunannya, seperti terlihat pada Masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M, dan Masjid Syaikh Lutfillah yang dibangun tahun 1603 M.

5)        Bidang Kesenian
Kerajaan Safawi mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang seni, antara lain dalam bidang kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tahmasp I. Raja Isma’il I pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis Timur bernama Bizhad ke Tabriz.

6)        Bidang Tarekat 
Sebagaimana diketahui bahwa cikal bakal Kerajaan Safawi adalah gerakan sufistik, yaitu gerakan tarekat. Oleh karena itu, kemajuan di bidang tarekat pun cukup maju. Bahkan gerakan tarekat pada masa ini tidak hanya berpikir dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik dan pemerintahan.






















BAB III
PENUTUPAN

A.   KESIMPULAN

Kerajaan Safawi beradal dari sebuah tarekat yang berdiri di Ardabil, tarekat tersebut bernama Safawiyah. Kerajaan Safawi berada dipuncak kejayaan pada masa kekuasaan Abbas I. Banyak kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi antara lain dalam bidang politik, ilmu pengetahuan, ekonomi, arsitektur, kesenian dan tarekat. Akan tetapi setelah Abbas meninggal, kerajaan Safawi mengalami kemunduran, disebabkan raja yang memerintah sangat lemah, sering terjadinya konflik intern dalam perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Hanya dalam satu abad setelah ditinggalkan Abbas, Kerajaan Safawi hancur.

















DAFTAR PUSTAKA

Ali, K. 1997. Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani (Tarikh Pramodern), terj. Ghufron A. Mas’adi. Cet. Ke-2. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Amin, Samsul Munir. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Cet. Ke-3. Jakarta: Amzah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih atas komentarnya dan telah mampir