SELAMAT DATANG & SELAMAT BROWSING. DAFTAR HARGA NGENET: Personal Rp.3.000 / Jam, Paket 1 ( 2 Jam ) = Rp.5.000, Paket 2 ( 3 Jam ) = Rp.7.500, Paket 3 ( 4 Jam ) = Rp.9.500.Paket 4 (5 jam)= Rp.12.000, Paket 5 (6 Jam)= Rp. 18.000. PAKET HEMAT MALAM mulai jam 20.00 : Paket 6 ( 2,5 Jam ) = Rp.5.000, Paket 7 ( 3,5 Jam ) = Rp.6.500. Kami juga melayani Pembayaran Listrik, PDAM dan Telkom TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA.

Sabtu, 28 April 2018

Masa Tiga Kerajaan Besar dalam Islam

Masa Tiga Kerajaan Besar
Kerajaan Safawi
Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pembimbing : Zainul Arifin, M. S. I



Disusun oleh :
Zumrotun Hasanah (117032)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2018

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….  i
KATA PENGANTAR …………………………………………………..  ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………….   iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………  1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………...  1
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………   1
BAB II PEMBAHASAN
A. Asal Usul Kerajaan Safawi ……………………………………   2
B.  Sistem Pemerintahan Kerajaan Safawi ……………………….   3
C. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi ………………   6
D. Kemajuan pada Masa Kerajaan Safawi ………………………    8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………   12
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..   13












Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Segala puja dan puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Sholawat serta salam kami curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya dihari kiamat nanti.  Berkat rahmat dan karunia-Nya telah tersusun Makalah yang berjudul “Masa Tiga Kerajaan Besar : Kerajaan Safawi” ini bisa terselesaikan walaupun penulis mengetahui tak ada yang sempurna didunia ini.
Mudah-mudahan Makalah ini bisa membantu para mahasiswa, setidak-tidaknya menambah wawasan dan sebagai wacana guna memperluas pengetahuan yang terkandung didalamnya. Oleh karenanya dalam makalah ini sudah barang tentu banyak kekurangan yang harus dilengkapi, yang semuanya itu membutuhkan adanya saran dan kritik dari para ahlinya, agar nantinya makalah ini akan lebih sempurna. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Aamiin Ya Robbal Alamin.



Pati, Maret 2018
       Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Jatuhnya Bagdad akibat serangan pasukan mongol pada tahun 1258 M bukan saja mengakhiri Khilafah Abbasiyah melainkan sekaligus mengawali masa kemunduran politik Islam secara drastis. Politik umat Islam terpecah-pecah menjadi sejumlah kerajaan kecil, seperti dinasti Ikhan, dinasti Timuriyah dan dinasti Mamalik. Kondisi politik Islam berkembang kembali setelah  terbentuknya tiga kerajaan besar yaitu Kerajaan Safawi di Persia, Mughal di India, dan Usmani di Turki. Usmani merupakan kerajaan yang paling awal berdiri dan sekaligus sebagai kerajaan yang terkuat di antara ketiganya. Urutan kerajaan yang terlemah atau yang tercepat mengalami keruntuhan adalah Kerajaan Safawi, Kerajaan Mughal dan Kerajaan Usmani. Mengenai hal itu kami membuat makalah dengan judul  “Masa Tiga Kerajaan Besar : Kerajaan Safawi” untuk mengetahui lebih dalam seperti apakah Kerajaan Safawi itu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana asal usul Kerajaan Safawi?
2.      Bagaimana sistem pemerintahan Kerajaan Safawi?
3.      Bagaimana kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawi?
4.      Bagaimana kemajuan pada masa Kerajaan Safawi?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui asal usul Kerajaan Safawi.
2.      Untuk mengetahui sistem pemerintahan Kerajaan Safawi.
3.      Untuk mengetahui kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawi.
4.      Untuk mengetahui kemajuan pada masa Kerajaan Safawi.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Asal Usul Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din (1252-1334 M), dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan, yakni kerajaan Safawi.
Shafi Ad-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Shafi Ad-Din merupakan keturunan dari Imam Syiah yang keenam, Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Tajuddin Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Dikarenakan prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Shafi Ad-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut. Shafi Ad-Din mendidrikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat pada tahun 1301 M. Dalam waktu yang tidak lama tarekat ini berkembang pesat di Persia, Syiria, dan Asia Kecil. Gerakan tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang ingkar dan golongan “ahli-ahli bid’ah”.
Fanatisme pengikut tarekat Safawiyah yang menentang golongan selain Syi’ah mendorong gerakan ini memasuki gerakan politik. Kecenderungan terhadap politik terwujud pada masa kepemimpinan Imam Junaid (1447-1460 M) dimana sang imam menambahkan gerakan politik selain gerakan keagamaan. Hal ini menimbulkan konflik antara tarekat Safawiyah dengan penguasa Kara Koyunlu, salahsatu cabang bangsa Turki yang berkuasa di wilayah ini. Sang imam berhasil diusir oleh pihak penguasa dan diasingkan. Selanjutnya sang imam bersekutu dengan Uzun Hasan, seorang pimpinan Ak-Koyunlu. Persekutuan Imam Junaid dengan Uzun Hasan semakin kuat dengan pernikahannya dengan saudara perempuan Uzun Hasan. Imam Junaid tidak berhasil meraih supremasi politik di wilayah ini, lantaran upayanya merebut kota Ardabil dan Sircassia mengalami kegagalan.
Sepeninggal Imam Junaid, pimpinan tarekat Safawiyah digantikan oleh anaknya yang bernama Haidar. Haidar mengawini putri Uzun Hasan dan melahirkan anak yang bernama Isma’il. Sang anak inilah yang kelak berhasil mendirikan kerajaan Safawiyah di Persia.
Atas persekutuan dengan Ak-Koyunlu, Haidar berhasil mengalahkan kekuatan Ak Koyunlu dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1476 M. Kemenangan ini membuat nama Safawiyah semakin besar, dan hal ini tidak dikehendaki oleh Ak-Koyunlu. Persekutuan antara Safawiyah dengan Ak-Koyunlu berakhir oleh sikap Ak-Koyunlu memberikan bantuan kepada Sirwan ketika terjadi pertempuran antara pasukan Haidar dengan pasukan Sirwan. Pasukan Safawiyah mengalami kehancuran dan Haidar sendiri turut terbunuh dalam pertempuran ini.
Kekuatan Safawiyah bangkit kembali dalam kepemimpinan Isma’il. Ia selama lima tahun mempersiapkan kekuatan dengan membentuk pasukan Qizilbash (pasukan baret merah) yang bermarkas di Gilan. Pada tahun 1501 pasukan Qizilbash berhasil mengalahkan Ak-Koyunlu di Sharus dalam peperangan di dekat Nakhchivan dan berhasil menakhlukkan Tibriz, pusat kekuasaan Ak-Koyunlu. Di kota ini Isma’il memproklamirkan berdirinya kerajaan Safawiyah dan menobatkan diri sebagai raja pertamanya.    

B.     Sistem Pemerintahan Kerajaan Safawi
 Dinasti Safawi merupakan Dinasti Agama karena lebih dilandasi oleh praktek syiah, dimana pemimpinnya adalah raja-raja (shah-shah) yang diberi gelar khalifah, di antara raja-raja atau shah-shahnya yang pernah memimpin adalah Safi al-Din (1252-1334 M), Sadar al-Din Musa (1334-1399 M), Khawaja Ali (1399-1427 M), Ibrahim (1427-1447 M), Juneid (1447-1460 M), Haidar (1460-1494 M), Ali (1494-1501 M), Ismail I (1501-1524 M), Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M), Muhammad Khudabanda (1577-1587 M), Abbas I (1588-1628 M), Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667), Sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732), Abbas II (1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M).
            Raja yang dianggap paling berjasa dalam memulihkan kebesaran kerajaan Safawi sekaligus membawanya ke puncak kemajuan adalah Shah Abbas I (1588-1629). Langkah awal yang dipilihnya adalah rekontruksi tentara dengan menghilangkan dominasi pasukan Qizil-bash sebagai gantinaya ia membentuk unit pasukan berasal dari kalangan Ghulam (budak-budak) dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia yang telah ada sejak Raja Thamasp I di bawah pimpinan Allahberdi Khan, seorang budak Georgia yang telah masuk Islam. Kemudian mereka diangkat dalam jabatan pemerintah, baik jabatan yang pernah diduduki oleh Qizil-bash maupun jabatan penguasa di daerah-daerah.
            Di samping itu, unit-unit artileri juga diorganisasi untuk memberikan kekuatan perang modern kepada tentara syah dan membuat mereka sama dengan Janissari-Janissari Usmaniyah kombinasi para budak  Kaukasia dan infanter-artileri Persia ini seperti diakui lapius telah mampu memberi kekuatan militer “profesional” kepada Syah Abbas untuk kemudian mengkonsolidasi batas-batas wilayah dan membangun kekuatan internalnya. Dia (Abbas) tidak ingin terjerebab seperti pendahulunya (Ismail I).
Untuk itulah dia “kembali” kepada metode-metode timur tengah Islam abad-abad silam tentang bagaimana mengorganisasi militer Islam. Apabila kita cermati langkah Syah Abbas ini., dapat dikatakan sebagai upaya antisipatif dengan “menghilangkan” idiologi nasionalisme yang salah. Karenanya, meskipun Syah Abbas tetap mempertahankan idiologi negara, tetapi nampak lebih terbuka dan torelan seperti yang dibuktikan dengan kebijakan politik luar negeri yaitu, ia bersedia mengadakan perjanjian damai dengan kerajaan Turki Usmani yang disepakatinya pada tahun 1589 M. bahkan untuk kepentingan stabilitas kedaulatannya, perjanjian itu “dilengkapi” dengan melepaskan provinsi Azerbaijan, Gorgia, dan sebagian wilayah Luristan, serta berjanji tidak akan menghina tiga kholifah pertama (Abu Bakar, Umar, Usman) dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan, ia menyarahkan saudara sepupunya Haidar Mirza, sebagai sandera di Istanbul.   
            Langkah ini, sepintas memang merugikan dan mengurangi kedaulatan suatu negara yang baru bangkit, akan tetapi konsesi seperti ini sebenarnya merupakan langkah yang bijaksana demi keutuhan ketahanan nasional dari pada harus berseteru dengaa kekuasaan lain yang memang jauh lebih kuat. Barang kali dalam pertimbangan Syah Abbas, lebih baik mengalah untuk sementara waktu demi kemenangan jangka panjang.
Selanjutnya setelah Safawi memiliki kekuatan militer yang cukup kuat dan dengan bantuan nasehat militer Inggris. Sir Anthiny dan Sir Robetr Sherly. Safawi mulai membuat perhitungan ke luar. Sasaran utamanya adalah daerah-daerah yang pernah hilang dari kekuasaannya. Sebagai persiapan untuk mengamankan dan selanjutnya melangkah dalam perluasan kekuasaan terhadap daerah-daerah bagian timur, Syah Abbas memindahkan ibu kota kerajaan dari Qiswan ke Isfahat pada tahun 1597. Setahun kemudian ia melakukan serangan ke Herat, kemudian ke Marw dan Balk. Setelah diperoleh kemenangan di wilayah timur, barulah Syah Abbas mengalihkan serangannya ke wilayh barat, berhadapan dengan Turki Usmani. Perseteruan antara kedua kerajaan ini, penyababnya (antara lain) adalah perbedaan idiologi yang dianutnya, yakni kerajaan Syafawi (Syi’ah) sedangkan Turki Usmani (Sunni).
            Serangan ke Turki Usmani dilakukan Abbas akhir pemerintahan Sultan Muhammad III. Ketika itu Turki sedang berperang dengam Austria dan sedang mengahadapi pemberontakan Jalali di Asia Kecil. Dengan pasukan yang baru. Abbas dapat merebut Tibris Sirwan dan Baghdad. Tahun 1605-1606 menguasi kota Nakhchivan, Erivan, Ganja, Tiflis. Barikutnya pada bulan Maret 1622, dengan dukungan beberapa kapal Inggris, Safawi dapat menguasai kepulauan Hormuz dari tangan Portugis dan pelabuhan Gumron diubah namanya menjadi Bandar Abbas.
Masa Shah Abbas inilah dipandang sebagai puncak kerajaan Safawi. Kerajaan ini mencapai tingkat kemajuan yang disegani oleh dunia internasional. Kemajuan politiknya ditandai dengan luasnya wilayah kerajaan yang mencakup Khurasan di sebelah timur, sekitar laut Kaspia sebelah utara, Asia Kecil, Persia Barat Daya di sebelah barat dan kepulauan Hurmuz di sebelah selatan. Meskipun demikian, karena didukung dengan birokrasi profesional, maka Syah Abbas (Abbas I 1587-1629) mampu mengontrol wilayahnya dengan baik

C.    Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I pada tahun 1628 M berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642M), Abbas II (1642-1667M), Sulaiman (1667-1694M), Husain (1694-1722M), Tahmasp II (1722-1732M), dan Abbas III (1733-1736M). Kerajaan Safawiyah dilanda kemunduran yang secara berangsur-angsur membawa kepada kehancurannya. Sejumlah raja-raja yang berkuasa sesudah Abbas I merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak mampu mempertahankan masa kejayaan kerajaan. Safi Mirza, cucu dan sekaligus pengganti Abbas I, berperangai buruk dan tega berbuat kejam terhadap pembesar kerajaan, sekalipun karena alasan yang remeh. Sejak masa ini, beberapa wilayah Safawiyah terlepas oleh penguasa lain. Misalnya wilayah Kandahar dirampas oleh kerajaan Mughal Delhi. Kemudian Ervan, Tibriz, dan Bagdad direbut oleh pasukan Usmani antara tahun 1635-1636.
Abbas II sekalipun memiliki semangat perjuangan untuk kerajaan Safawiyah dengan merebut kembali wilayah Kandahar dari kekuasaan Syah Jihan, namun upaya seperti ini tidak diteruskan oleh para penggantinya. Sulaiman dan Husein merupakan penguasa yang lemah, keduanya tidak berhasil mengatasi gerakan pemberontakan yang dilancarkanoleh masyarakat Afghanistan, sehingga gerakan ini mengakhiri pemerintahan Safawiyah di wilayah ini. Benih pemberontakan ini telah ada semasa Sulaiman, dan berubah semakin kritis akibat pemaksaan paham Syi’ah terhadap masyarakat Sunni yang dilakukan oleh Husein. Maka masyarakat Sunni Afghanistan bangkit melancarkan pemberontakan dibawah pimpinan Mir.Vayz dan Mir Mahmud. Husein dipaksa menyerah oleh gerakan pemberontakan ini.
Tahmasp II, putra Husein, berhasil melarikan diri ke Astrabad. Atas bantuan dan dukungan suku Qazar dari Rusia ia berhasil membangun kembali kerajaan Safawiyah pada tahun 1722 dengan ibukota di Astrabad. Pada tahun 1726 Tahmasp II bergabung dengan Nadzir Khan dari suku Afshar untuk mengusir kekuasaan Afghanistan yang menduduki wilayah Isfahan. Demikianlah bahwa Nadzir Khan cukup berjasa terhadap Tahmasp II dalam membangun kembali kerajaan Safawiyah. Namun ternyata, Nadzir Khan memiliki kepentingan politik dibalik dukungannya terhadap Tahmasp II. Hal ini terbukti dengan peristiwa pemecatan Tahmasp II oleh Nadzir Khan. Kemudian Nadzir Khan menunjuk Abbas III yang belum genap berusia satu tahun. Empat tahun kemudian, Nadzir Khan memproklamirkan diri sebagai raja menggantikan Abbas III. Peristiwa yang menandai berakhirnya kerajaan Safawiyah ini terjadi pada 8 Maret 1736 M.
Terdapat sejumlah sebab yang turut menyokong kemunduran kerajaan ini, selain faktor ketidakcakapan sejumlah raja setelah Abbas I hingga pada akhirnya membawa kepada kehancurannya. Sebab tersebut antara lain adalah konflik militer yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawiyah yang beraliran Syi’ah dipandang oleh kerajaan Usmani sebagai kekuatan yang mengancam kekuasaannya.
Bahwa pasukan budak yang dibentuk oleh Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi sebagaimana semangat Qizilbash. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Pada masa belakangan pasukan Qizilbash tidak memiliki militansi, dan semangat mereka telah luntur, tidak sebagaimana Qizilbash generasi awal. Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.

D.    Kemajuan pada Masa Kerajaan Safawi

1)                  Bidang Politik dan Pemerintahan
Pengertian kemajuan dibidang politik disini adalah terwujudnya integritas wilayah Negara yang luas yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan diatur oleh suatu pemerintahan yang kuat, serta mampu memainkan peranan dalam percaturan politik internasional.
Sebagaimana lazimnya kekuatan politik suatu Negara ditentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata, Syah Abbas I juga telah melakukan langkah politiknya yang pertama, membangun angkatan bersenjata dinasti Safawi yang kuat, besar dan modern. Tentara Qizilbasy yang pernah menjadi tulang punggung Dinasti Safawi pada awalnya dipandang Syah Abbas tidak diharapkan lagi, sehingga ia membangun  suatu angkatan bersenjata reguler. Inti satuan militer ini ia ambil dari bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristern di Georia dan di Chircassia. Mereka dibina dengan pendidikan militer yang militan dan persenjataan yang modern. Sebagai pimpinannya ia mengangkat Allahwardi Khan, salah seorang dari Ghulam.
Berkat kegigihannya Syah Abbas mampu mengatasi kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut wilayah-wilayah yang pernah disebut oleh kerajaan lain pada masa sebelumnya.
Diantara unsur yang menjadikan kuatnya politik safawi adalah kuatnya pribadi penguasa Safawi, terutama Syah Abbas I yang digambarkan berpandangan tajam, bekal kuat, berkemauan besar, berani dan mempunyai semangat yang tinggi serta tak kenal lelah. Selain itu, unsur yang juga mempunyai pengaruh besar dalam kekuatan politik Safawi adalah kesetiaan pasukan Qizilbasy kepada raja Safawi. Kemampuan Syah (raja) dalam mengatur administrasi negara juga merupakan unsur kemajuan politik kerajaan Safawi yang tidak bisa diremehkan. Bentuk administrasi yang dijalankan dalam kerajaan Safawi adalah, Jenjang tertinggi setelah Syah adalah Azamat al-Daulah yang fungsinya seperti Perdana Menteri, jenjang dibawahnya adalah al-Sadr yang fungsinya seperti menteri Agama, tugasnya antara lain mengurusi masalah peradilan, tempat-tempat ibadah dan kegiatan ulama serta pelajar. Jabatan berikutnya adalah al-Nazir yang mirip dengan menteri Bulog. Lalu Rais al-Khidam sebagai sekretaris menteri-menteri. Jabatan yang lain adalah Nazr al-Maliah yang bertugas mengurus Baitul Mall serta perpajakan. Pengawasan Syah pada merekabsangat ketat dan tindakan yang diberikannya kepada pelanggar tugas sangat keras.
2)             Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada masa Kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut.
Beberapa tokoh ilmuwan yang terkenal antara lain : Bahauddin Syaerazi seorang generalis ilmu pengetahuan, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad seorang filsuf ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan sains, Safawiyah labih maju dari kerajaan lainnya pada masa yang sama.

3)        Bidang Ekonomi
Keberadaan stabilitas politik kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian. Terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara Timur dan Barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi.
Di samping bidang perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan dalam sektor pertanian terutama di daerah Sabit Subur (Fortile Crescent).

4)        Bidang Arsitektur
Penguasa kerajaan Safawi telah berhasil menciptakan Isfahan, ibukota kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Di kota Isfahan ini berdiri bangunan-bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana Chihil Sutun. Disebutkan dalam kota Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum. Dalam bidang kesenian, kemajuan tampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bangunannya, seperti terlihat pada Masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M, dan Masjid Syaikh Lutfillah yang dibangun tahun 1603 M.

5)        Bidang Kesenian
Kerajaan Safawi mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang seni, antara lain dalam bidang kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tahmasp I. Raja Isma’il I pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis Timur bernama Bizhad ke Tabriz.

6)        Bidang Tarekat 
Sebagaimana diketahui bahwa cikal bakal Kerajaan Safawi adalah gerakan sufistik, yaitu gerakan tarekat. Oleh karena itu, kemajuan di bidang tarekat pun cukup maju. Bahkan gerakan tarekat pada masa ini tidak hanya berpikir dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik dan pemerintahan.






















BAB III
PENUTUPAN

A.   KESIMPULAN

Kerajaan Safawi beradal dari sebuah tarekat yang berdiri di Ardabil, tarekat tersebut bernama Safawiyah. Kerajaan Safawi berada dipuncak kejayaan pada masa kekuasaan Abbas I. Banyak kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi antara lain dalam bidang politik, ilmu pengetahuan, ekonomi, arsitektur, kesenian dan tarekat. Akan tetapi setelah Abbas meninggal, kerajaan Safawi mengalami kemunduran, disebabkan raja yang memerintah sangat lemah, sering terjadinya konflik intern dalam perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Hanya dalam satu abad setelah ditinggalkan Abbas, Kerajaan Safawi hancur.

















DAFTAR PUSTAKA

Ali, K. 1997. Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani (Tarikh Pramodern), terj. Ghufron A. Mas’adi. Cet. Ke-2. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Amin, Samsul Munir. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Cet. Ke-3. Jakarta: Amzah.


Sabtu, 07 April 2018

Makalah Sumber dan Dasar Pendidikan Islam

Makalah Sumber dan Dasar Pendidikan Islam
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pembimbing : Ulfa Laili Qodriyah, M. Pd. I



Disusun oleh :
Ana Aas Yuliana (117017)
Zumrotun Hasanah (117032)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2018

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Segala puja dan puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Sholawat serta salam kami curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya dihari kiamat nanti.  Berkat rahmat dan karunia-Nya telah tersusun Makalah yang berjudul “SUMBER DAN DASAR PENDIDIKAN ISLAM” ini bisa terselesaikan walaupun penulis mengetahui tak ada yang sempurna didunia ini.
Mudah-mudahan Makalah ini bisa membantu para mahasiswa, setidak-tidaknya menambah wawasan dan sebagai wacana guna memperluas pengetahuan yang terkandung didalamnya. Oleh karenanya dalam makalah ini sudah barang tentu banyak kekurangan yang harus dilengkapi, yang semuanya itu membutuhkan adanya saran dan kritik dari para ahlinya, agar nantinya makalah ini akan lebih sempurna. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Aamiin Ya Robbal Alamin.




Pati, Maret 2018
       Penulis









DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………   i
KATA PENGANTAR ...........................................................................     ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................      iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………   1
A. Latar Belakang ……………………………………………….     1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………     1
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………..     1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................      2
A. Sumber Pendidikan Islam ……………………………………     2
B.  Dasar Pendidikan Islam ……………………………………..     4
C. Perhatian Islam Terhadap Pendidikan ………………………      9
BAB III PENUTUP ……………………………………………………     16
A. Kesimpulan ………………………………………………….      16
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….    17
















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sumber pendidikan Islam merupakan rujukan yang senantiasa memancarkan ilmu pengetahuan yang memberikan nilai-nilai yang dibutuhkan dalam pendidikan. Sedangkan dasar pendidikan islam merupakan landasan operasional untuk merealisasikan dasar pendidikan islam.
Mengenai hal itu kami membuat makalah dengan judul, “Sumber dan Dasar Pendidikan Islam”.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Saja Sumber Pendidikan Islam ?
2.      Apa Dasar Pendidikan Islam ?
3.      Bagaimana Perhatian Islam Terhadap Pendidikan?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui sumber pendidikan islam.
2.      Untuk mengetahui dasar pendidikan islam.
3.      Untuk mengetahui perhatian islam terhadap pendidikan.












BAB II
PEMBAHASAN

A.           Sumber Pendidikan Islam
Sumber pendidikan islam adalah hal yang sangat diperhatikan dalam penataan individu dan sosial, sehingga dapat mengaplikasikan islam secara sempurna. Didlam pendidikan islam terdapat bebrapa sumber pendidikan, sumber pokok yang utama pendidikan dikembangkan mengacu pada tiga hal yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijtihad.1
1.    Al-Qur’an
Adalah kitab suci agama islam yang oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril. Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai pedoman hidup umat islam sekaligus penyempurna ajaran agama sebelumnya. Ajaran Agama sebelum islam itu adalah Nabi Daud Kitab Zabur Nabi Musa Kitab Taurat, Nabi Isa Kitabnya Injil.
Kitab Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surat dan 6666 ayat. Ayat Al-Qur’an pertama diturunkan pada  tanggal 17 Ramadhan tahun ke 41 setelah kelahiran Nabi Muhammad. Al-Qur’an pertama kali diturunkan di Goa Hira secara berangsur angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Ayat yang pertama kali diturunkan adalah QS. Al-Alaq 1-5 dan yang terakhir adalah QS. Al-Maidah ayat 3.
2.    As-Sunnah
As-Sunnah adalah petunjuk yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang berhubungan dengan : Ilmu, akidah, sifat, pengakuan, perkataan dan perbuatan maupun ketetapan dalam islam.
Contoh sumber hukum yang berasal dari As-Sunnah

 [1] Jasa Ungguh Muliawan, Ilmu Pendidikan Islam : Studi Khusus terhadap struktur  ilmu, kurikulum, metodologi dan kelembagaan pendidikan islam ( Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada 2015 ) hlm 16

 
Didalam Al-Qur’an tidak dijelaskan secara terperinci dan detail mengenai tata cara sholat. Ayat-ayat didalam Al-Qur’an hanya  mewajibkan untuk umat islam menunaikan sholat, namun tata cara dan pelaksanaan, bacaan yang wajib dibaca untuk menjalankan sholat tidak ada. As-sunnahlah yang menjelaskan secara terperinci.
3.    Ijtihad
       Berasal dari kata Ijtahada-Yajtahidu-Ijtihadan yang berarti mengerahkan segala kemampuan untuk menanggung beban. Menurut bahasa ijtihad adalah bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran atau usaha untuk mencari jalan keluar ( solusi ) dari suatu masalah yang dihadapi. Ijtihad menurut segi bentuknya terdiri dari tiga yaitu :
a.         Ijma
Adalah keputuan bersama-sama atau mujtahid. Ijma dilakukan untuk menentukan suatu hukum yang secara khusus tidak disebutkan dalam Al-Qur’an atau As-sunnah.
b.        Qiyas ( Perumpamaan )
Suatu metode untuk menentukan suatu ketetapan hukum dengan cara mempersamakan hukum suatu masalah yang baru dengan masalah hukum yang lama. Biasanya digunakan dalam masalah hukum masa Nabi, tetapi memiliki kesamaan pola atau bentuk persoalan didalam Al-Qur’an atau As-sunnah.
c.         Maslahah Mursalah
Maslahah berasal dari kata jadian (Arab) salaha, saluha, salahan, suluhan, dan salahiyatan. Kata kerja saluha, menurut Al Fayumi mempunyai arti yang berlawanan dengan ‘fasada’ (rusak atau binasa). Kata maslahah adalah bentuk mufrad (tunggal), jama (plural)-nya adalah masalih, yang berarti baik atau benar.Menurut pengertian umum untuk kepentingan umum atau untuk tujuan kebahagiaan bersama. Maslahah mursalah merupakan suatu cara menentukan ketetapan hukum atas dasar pertimbangan nilai guna atau manfaatnya bagi kepentingan atau kebaikan bersama.
B.       Dasar Pendidikan Islam
Dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan Islam. Menurut Hasan Langgulung, dasar operasional pendidikan Islam terdapat enam macam, yaitu historis, sosiologis, ekonomi, politik dan administrasi, psikologis, dan filosofis, yang mana keenam macam dasar itu berpusat pada dasar filosofis.Penentuan dasar tersebut agaknya sekuler, selain tidak memasukkan dasar religius, juga menjadikan filsafat sebagi induk dari segala dasar. Dalam Islam, dasar operasional segala sesuatu adalah agama, sebab agama menjadi frame bagi setiap aktivitas yang bernuansa keislaman. Dengan agama maka semua aktivitas pendidikan yang enam di atas perlu ditambahkan dasar yang ketujuh yaitu agama.3

1.      Dasar Historis
Dasar historis adalah dasar yang berorientasi pada pengalaman pendidikan masa lalu, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan-peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih baik. Dasar ini juga dapat dijadikan acuan untuk memprediksi masa depan, karena dasar ini memberi data input tentang kelebihan dan kekurangan kebijakan serta maju mundurnya prestasi pendidikan yang telah ditempuh. Firman Allah SWT. dalam QS. al-Hasyr ayat 18: “Dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” Misalnya, bangsa Arab memiliki kegemaran untuk bersastra, maka pendidikan sastra di Arab menjadi penting dalam kurikulum masa kini, sebab sastra selain menjadi identitas dan potensi akademik bagi bangsa Arab juga sebagai sumber perekat bangsa.

 


2.      Dasar Sosiologis

Dasar sosiologis adalah dasar yang memberikan kerangka sosiobudaya, yang mana dengan sosiobudaya itu pendidikan dilaksanakan. Dasar ini juga berfungsi sebagai tolok ukur dalam prestasi belajar. Artinya, tinggi rendahnya suatu pendidikan dapat diukur dan tingkat relevansi output pendidikan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak kehilangan konteks atau tercerabut dari akar masyarakatnya. Prestasi pendidikan hampir tidak berguna jika prestasi itu merusak tatanan masyarakat. Demikian juga, masyarakat yang baik akan menyelenggarakan format pendidikan yang baik pula.

3.      Dasar Ekonomi

Dasar ekonomi adalah yang memberikan perspektif tentang potensi - potensi finansial, menggali dan mengatur sumber-sumber, serta bertanggung jawab terhadap rencana dan anggaran pembelanjaannya. Oleh karena pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang luhur, maka sumber-sumber finansial dalam menghidupkan pendidikan harus bersih, suci dan tidak bercampur dengan harta benda yang syubhat. Ekonomi yang kotor akan menjadikan ketidak berkahan hasil pendidikan. Misalnya, untuk pengembangan pendidikan, baik untuk kepentingan honorarium pendidik maupun biaya operasional Sekolah, suatu lembaga pendidikan mengembangkan sistem rentenir. Boleh jadi usahanya itu secara materiil berkembang, tetapi tidak akan berkah secara spiritual. Peningkatan ilmu pengetahuan bagi peserta didik tidak akan memiliki implikasi yang signifikan terhadap perkembangan moral dan spiritual peserta didik. Allah SWT. Berfirman kepada Nabi Dawud as. Dalam Hadis Qudsi: “Hai Dawud, hindari dan peringatkan pada kaummu dari makanan syubhat karena sesungguhnya hati orang yang memakan makanan syubhat itu tertutup dari-Ku.” Pada Hadis ini diisyaratkan bahwa penggunaan Harta Syubhat (tidak jelas halal-haramnya) tidak diperbolehkan, apalagi harta yang haram.

4.      Dasar Politik dan Administratif

Dasar politik dan administrasi adalah dasar yang memberikan bingkai ideologis, yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan direncanakan bersama. Dasar politik menjadi penting untuk pemerataan pendidikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dasar ini juga berguna untuk menentukan kebijakan umum (ammah) dalam rangka mencapai kemaslahatan bersama, bukan kemaslahatan hanya untuk golongan atau kelompok tertentu. Sementara dasar administrasi berguna untuk memudahkan pelayanan pendidikan, agar pendidikan dapat berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan teknis dalam pelak sanaannya.

5.      Dasar Psikologi

Dasar psikologis adalah dasar yang memberikan informasi tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan inovasi peserta didik, pendidik, tenaga administrasi, serta sumber daya manusia yang lain. Dasar ini berguna juga untuk mengetahui tingkat kepuasan dan kesejahteraan batiniah pelaku pendidikan, agar mereka mampu meningkatkan prestasi dan kompetisi dengan cara yang baik dan sehat. Dasar ini pula yang memberikan suasana batin yang damai, tenang dan  indah di lingkungan pendidikan, meskipun dalam ke damaian dan ketenangan itu senantiasa terjadi dinamika dan gerak cepat untuk lebih maju bagi pengembangan lembaga pendidikan.

6.      Dasar Filosofis

Dasar filosofis adalah dasar yang memberi kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya. Bagi masyarakat sekuler, dasar ini menjadi acuan terpenting dalam pendidikan, sebab filsafat bagi mereka merupakan induk dan segala dasar pendidikan. Sementara bagi masyarakat religius, seperti masyarakat Muslim, dasar ini sekadar menjadi bagian dan cara berpikir di bidang pendidikan secara sistemik, radikal dan universal yang asas - asasnya diturunkan dari nilai Ilahiyah.

7.      Dasar Reilgius

Dasar religius adalah dasar yang diturunkan dari ajaran agama.Dasar ini secara detail telah dijelaskan pada sumber pendidikan Islam. Dasar ini menjadi penting dalam pendidikan Islam, sebab dengan dasar ini maka semua kegiatan pendidikan jadi bermakna. Konstruksi agarna membutuhkan aktualisasi dalam berbagai dasar pendidikan  yang lain, seperti historis, sosiologis, politik dan administratif, ekonomi, psikologis, dan filosofis. Agarna menjadi frame bagi dasar pendidikan Islam. Aplikasi dasar-dasar yang lain merupakan bentuk realisasi diri yang bersumberkan dari agama dan bukan sebaliknya. Apabila agama Islam menjadi frame bagi dasar pendidikan  Islam, maka semua tindakan kependidikan dianggap sebagai suatu ibadah, sebab ibadah merupakan ãktualisasi diri (self - actualization) yang paling ideal dalam pendidikan Islam.4
Kcberadaan agama, yang diadaptasikan dari Abdul Mujib,5 di antara dasar-dasar pendidikan Islam yang lain dapat diilustrasikan seperti pada Gambar di bawah berikut ini. Gamhar  ini menunjukkan bahwa agama menjadi sumbu bagi dasar operasional pendidikan Islam. Gambar tersebut memiliki 4 lingkaran : (1) lingkaran (yang paling dalam) imâniyah-ilâhiyyah, yang intinya berupa rukun iman (iman kepada Allah, malaikat, kitabullah, rasulullah, hari kiarnat dan takdir); (2) lingkaran (yang kedua dari dalam) ‘ubudiyyah-ilâhiyyah, yang intinya berupa rukun Islam (syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji) atau dikenal dengan ibadah mahdhah yang tata catanya sudah diatur secara permanen; (3) Iingkaran (yang ketiga dan dalam) mu’amalah-ilâhiyyah disebut juga ubudiyyah-insâniyyah 6 yang intinya berupa dasar yang muncul dari ijtihad manusia (seperti  historis, sosiologis, politik dan administrative, ekonomi, psikologis dan filosofis) yang pclaksanaannya  didasari nilai keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT; dan (4) lingkaran (yang keempat dari dalam) mu’amalah—insâniyyah yang intinya  berupa aktivitas-aktivitas pendidikan yang pelaksanaannya didasarkan atas dasar-dasar kemanusiaan (seperti historis, sosiologis, politik dan administratif, ekonomi, psikologis, dan filosofis) tanpa dikaitkan dengan dasar agama.










Description: C:\Documents and Settings\Admin\My Documents\48.JPG


















Gambar Agama dalam Sistem Pendidikan Islam
Keterangan:

·         Lingkaran terdiri atas empat macam, mulai dan yang kecil merupakan lingkaran imaniah-ilahiah, ubudiah-ilahiah, muarnalah-ilahiah, sampai pada yang besar merupakan lingkaran muamalah-insaniah.
·         Setiap lingkaran terbagi enam dasar pendidikan, yaitu historis, sosiologis, politik dan administratif, ekonomi, psikologis, dan filosofis.
·         Gambar pancaran. Artinya, semakin banyak wilayah yang mengenai pancaran imaniah-ilahiah, maka semakin baik nilai kehidupan manusia, baik pada dasar historis, sosiologis, politik dan administratif, ekonomi, psikologis, dan filosofis.

C.                          Perhatian Islam Terhadap Pendidikan

Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education ).
            Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.

Diatas telah di uraikan bahwa sumber pendidikan Islam adalah Al-qur’an, Hadits dan Ijtihad. Untuk itu, bila ingin mengetahui bagaimana sebenarnya perhatian Islam terhadap pendidikan haruslah melihat ayat - ayat Al-Qur’an, Hadits- hadits Nabi serta makalah hasil Ijtihad para ‘Ulama’ yang berkaitan dengan pendidikan ini.

1.    Sumber Al-Qur’an
Ternyata sangat banyak ayat Al-Qur’an yang menuntukkan betapa besar perhatian Islam terhadp pendididkan dan pengajaran pada khususnya, serta ilmu pengetahuan pada umumnya. Antara lain bisa dibaca pada QS. Attahrim : 6, QS. Thoha : 132, QS. Al-Furqon : 73, QS. Al-Kahfi : 46, QS. Ali Imron : 14, QS. At-Taghobun : 14-15, QS. Al-Anfal : 28, QS. Luqman : 12 - 19, QS. Maryam : 12 - 15, QS. As-Shoffat : 100-102, QS. Annisa’ : 9, Dsb.

Dalam QS. At-Tahrim : 6 misalnya, Allah SWT secara tegas telah menginstruksikan kepada setiap orang yang beriman untuk menjaga dirinya sendiri dan seluruh keluarga yang menjadi tanggung jawabnya agar tidak tertimpa siksa api neraka. Allah berfirman :

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR
Artinya : “Wahai orang - orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka …” ( QS. At-Tahrim : 6 ).

Kata   قوا   dalam ayat di atas adalah bentuk fiil amar yang berarti perintah. Kaidah ushul fiqh mengatakan :
Description: C:\Documents and Settings\Admin\My Documents\Downloads\327aecce-e940-4820-9b04-3c2e0123d19e.jpg


Artinya : “Asal-usul perintah itu menunjukkan hukum wajib (selama tidak ada qarinah yang memalingkannya)”.

Description: C:\Documents and Settings\Admin\My Documents\Downloads\327aecce-e940-4820-9b04-3c2e0123d19e.jpgDengan demikian, karena tidak didapati qarinah atau petunjuk yang memalingkannya, dapat ditegaskan bahwa setiap orang beriman berkewajiban menjaga diri dan keluarganya dari jilatan api neraka. Yang menjadi persoalan, bagaimana cara menjaganya? Dalam hal ini, Sayid Sabiq dalam kitab Islamunal (t.th:236) menegaskan :








Artinya : “Menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan pengajaran dan pendidikan, menumbuhkan mereka atas akhlak utama, dan menunjukkan mereka kepada hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan.”
Dari keterangan Sayid Sabiq ini dapat diambil pengertian bahwa pendidikan dan pengajaran berfungsi sebagai sarana atau wasilah untuk menyelamatkan manusia dari api neraka.
        
2.    Sumber Hadits Nabi SAW
Description: C:\Documents and Settings\Admin\My Documents\Downloads\be417118-3831-4b2a-ad67-ec8c4917d7b8.jpgTidak berbeda dengan ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits yang menunjukkan perhatian Islam terhadap pendidikan dan pengajaran juga tak terbilang banyaknya.
Berikut ini sebagian dari perintah dan petunjuk Nabi SAW yang berkaitan dengan pendidikan anak.
Nabi SAW bersabda :






Description: C:\Documents and Settings\Admin\My Documents\Downloads\be417118-3831-4b2a-ad67-ec8c4917d7b8.jpg

Artinya : “Seorang laki-laki itu adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungan jawab atas kepemimpinannya itu. Wanita juga pemimpin di rumah suaminya dan ia akan dimintai pertanggungan jawab atas kepemimpinannya itu.” (HR. Bukhari-Muslim).
Rasulullah SAW bersabda :



Artinya : “Didiklah anak-anakmu dan baguskanlah pendidikan mereka.” (HR. Ibnu Majah)

Description: C:\Documents and Settings\Admin\My Documents\Downloads\909b707d-b1b2-4c26-8dc3-2ec9fa7bd798.jpgRasulullah SAW bersabda :




Description: C:\Documents and Settings\Admin\My Documents\Downloads\909b707d-b1b2-4c26-8dc3-2ec9fa7bd798.jpg

Artinya : “ Perintahkanlah anak-anakmu untuk melaksanakan segala perintah (Allah) dan menjauhi segala larangan (Allah). Yang demikian itu adalah cara menjaga mereka dari siksa api neraka.” (HR. Ibnu Jarir)
Rasulullah SAW bersabda :






Artinya : “Didiklah anak-anakmu dengan 3 pekara yaitu mencintai Nabimu, mencintai keluarga Nabi dan membaca Al-Qur’an.” (HR. At-Thabrani).

Dari 4 hadits diatas saja, dapatlah diambil pelajaran bahwa :
a.    Setiap orang tua bertanggung jawab atas kepemimpinannya terhadap anak-anak mereka.
b.    Termasuk kepemimpinan orang tua terhadap anak-anaknya adlaah mendidik dan mengajarnya dengan sebaik-baiknya.
c.    Salah satu tujuan pendidikan adalah terjaganya anak dari jilatan api neraka.
d.   Agar terjaga dari jilatan api neraka adalah anak harus mampu mengamalkan Islam secara kaffah, artinya mampu melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
e.    Termasuk materi yang harus dididikkan kepada anak-anak adalah rasa cinta kasih yang mendalam kepada Rasulullah SAW, keluarga Rasul dan membaca Al-Qur’an.

3. Sumber Makalah Hasil Ijtihad
Description: C:\Documents and Settings\Admin\My Documents\Downloads\f4699de7-1a6d-429d-98c0-01f3bf8b0b84.jpgDapat diyakini bahwa tidak ada seorangpun ulama yang mengingkari arti pentingnya pendidikan dan pengajaran dalam Islam. Mereka semua sepakat baha umat Islam wajib memperhatikan pendidikan dan pengajaran ini.
Drs. H. Abu Tauhied (1990:3) mengutip ucapan Umar bin Khattab khalifah ke 2 dalam rangkaian AL-Khulafaur Rasyidin, sebagai berikut:






Artinya : “Termasuk hak anak yang menjadi kewajiban orang tua, adalah mengajarnya menulis, memanah dan tidak memberinya rezki kecuali yang halal lagi baik.”

Dari kata Umar bin Khattab ini dapat diambil pengertian bahwa :
a.    Pendidikan, baik pendidikan jasmani, akal maupun rohani adalah merupakan hak anak.
b.    Setiap orang tua berkewajiban memberikan hak pendidikan anak-anaknya dengan sebaik-baiknya.
c.    Setiap orang tua berkewajiban memberikan nafkah kepada anak-anaknya.
d.   Setiap orang tua berkewajiban mencari rezki yang halal dan baik untuk nafkah anak-anaknya.

Kemudian Imam Al-Ghazali, seorang tokoh Islam yang terkenal dengan gelar “Hujjatul Islam”, dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin (t.th, juz III: 62) yang artinya :
“Anak itu amanat (Tuhan) bagi kedua orang tuanya. Hatinya bersih bagaikan mutiara yang indah, bersahaja, bersih dari setiap lukisan dan gambar. Ia menerima bagi setiap yang dilukiskan, cenderung kepada arah apa saja yang diarahkan kepadanya. Jika ia dibiasakan dan diajar dengan baik, ia dapat tumbuh menjadi baik, beruntung di dunia dan akherat. Kedua orangtuanya, semua gurunya, pengajarnya serta yang mendidiknya sama-sama dapat menerima pahala. Dan jika ia dibiasakan melakukan keburukan dan dibiarkan sebagaimana membiarkan binatang, ia celaka dan rusak. Adalah dosanya menimpa leher (pundak) pengasuh dan walinya.”

Dari pendapat Al-Ghazali ini, maka berarti setiap orang tua, para pendidik maupun para guru pada hakekatnya adalah mengemban amanat Allah. Karena sebagai amanat, maka harus ditunaikan dan kelak mereka akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah tentang bagaimanakah keadaan pendidikan anak-anaknya.
Maka jelaslah sudah, betapa pentingnya pendidikan itu menurut ajaran Islam. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang mengabaikan atau tidak melaksanakan pendidikan anak-anaknya sebagaimana semestinya, maka akan mendapatkan ancaman siksa Allah; dan sebaliknya bagi siapa saja yang menunaikannya sesuai dengan petunjuk-petunjuk Allah dan Rasulullah maka baginya akan mendapatkan pahala surga.







BAB III
PENUTUPAN

A.    KESIMPULAN

Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, yang mencakup semua aspek kehidupan baik individual maupun social, baik ketauhidan maupun kemanusiaan. Semua yang menjadi sumber syariat islam seperti al-Quran, hadis (sunnah), ijma’ dan qiyas, itu juga termasuk ke dalam sumber pendidikan islam. Sehingga terdapat prinsip-prinsip pendidikan, tujuan-tujuan pendidikan dan lainnya yang berkaitan dengan pendidikan.
Pendidikan Islam merupakan hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan umat Islam. Pendiddikan merupakan unsur terpenting bagi manusia untuk meningkatkan kadar keimanannya terhadap Allah SWT, karena orang semakin banyak mengerti tentang dasar-dasar Ilmu pendidikan Islam maka kemungkinan besar mereka akan lebih tahu dan lebih mengerti akan terciptanya seorang hamba yang yang beriman. Manusia hidup dalam dunia ini tanpa mengenal tentang dasar-dasar Ilmu pendidikan Islam, maka jelas bagi mereka sulit untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, apa lagi menjadi hamba yang beriman.









DAFTAR PUSTAKA



Budiyanto, Mangun. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Griya Santri.
Mujib, Abdul. 2017. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Muliawan, Jasa Ungguh. 2015. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.